Posts

MUTASI PONTI

"π‘€π‘œπ‘šπ‘’π‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘‘π‘Žβ„Ž π‘‘π‘Žπ‘™π‘Žπ‘š β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘ π‘šπ‘Žπ‘›π‘’π‘ π‘–π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘˜π‘’ π‘›π‘’π‘”π‘’π‘Ÿπ‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘‘π‘–π‘˜π‘’π‘‘π‘Žβ„Žπ‘’π‘–." - π‘†π‘–π‘Ÿ π‘…π‘–π‘β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘‘ π΅π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘œπ‘› *** Tak ada hujan tak ada angin. Kabar itu memang datang tiba-tiba. Jum'at malam 1 Oktober 2021, bakda magrib pengumuman itu muncul. Lewat postingan di grup WA kantor. Aku buka file pdf, ada 2.793 nama yang muncul. Ini mah mutasi nasional atuh!?   Langsung kuketik namaku di menu search, dan...Pontianak??!! Perputaran bumi pun seakan berhenti sejenak.  Itulah sebuah Surat Keputusan. Entah apa variabel untuk menempatkan Si A di Kota B atau Si C di kota D. Tapi itulah yang akan membuat perjalanan hidup para insan fiskus tiba-tiba berbelok. Rute hidup yang sejak awal memang harus siap tidak lempeng-lempeng saja. Sesuai kesanggupan di awal jadi Pe eN eS Kemenkeu. Kadang menikung tajam lalu langsung mendaki. Mirip Kelok 9 Payakumbuh atau tanjakan menuju Gunung Bromo di Probolinggo it

KAWANKU PAHLAWAN

  Aku punya kawan. Account Representative di Kantor Fiskus di Cikarang, Bekasi. Sebelah Universitas Presiden. Santai saja dia saat mengatakan ke kasi-nya,"Pak, ada yang mau bayar dua belas miliar." Itu setelah ia himbau Si WP berbasis data informasi keuangan.  Berarti ini masih di tahap persuasi dan himbauan. Belum di tahap adu data dan argumen saat proses pemeriksaan. Artinya Si WP bisa saja menyampaikan beragam alasan yang rasional untuk menurunkan jumlah yang harus dibayar. Tapi dengan komunikasi yang dijalin, Kawanku ini berhasil membuat Si WP rela menunaikan kewajibannya. Bayar cash langsung. Tanpa dicicil! Tak ada kehebohan tak ada keriuhan. Hanya wajahnya saja yang menunjukkan ekspresi puas. Pada satu kesempatan, aku sempatkan bilang ke kawanku ini sebagai bentuk penghargaan atas integritasnya. "You layak dapat bintang integrity award, Bro! Γ‰ntΓ© kerΓ©n banget dah!" Kawan-kawan fiskus ada puluhan ribu di seantero Nusantara. Mayoritas berintegritas seperti kawan

HARI PERTAMA DUA KELUARGA

Image
Momennya sederhana. Tapi bagi saya ada tambahan "tum"-nya. Jadi momentum.  Dua keluarga bertemu. Keluarga saya dan keluarga Pak Aris Widodo. Walau tak seluruhnya. Walau bentuknya juga sederhana. Tapi mempertemukannya tidak sederhana. Ada keyakinan yang mendahului. Ada visi yang difahami. Ada cita-cita yang diingini. "Pak, kita besok ketemuan ya. Bareng anak-anak," ajak saya via Whatsapp. “Agendanya apa?” tanya pak Aris. “Sarapan saja. Rileks,” balas saya. Memang jadinya hanya sarapan. Dan ngobrol ngalor ngidul. Saya dengan dua anak saya, Dhiya dan Uki. Pak Aris dengan tiga jagoannya : Farhan, Faiz dan Fahmi. Targetnya hanya membuat anak-anak itu enjoy. Bahwa belajar tidak harus kaku dan serius. Belajar ternyata bisa sambil rileks. Saya ingin mengajak anak-anak lihat kolam ikan percobaan yang hampir jadi bikinan Pak Aris. Ada tiga lokal yang sedang dibangun. Kolam tembok dibangun dari semen dan hebel. Jadinya memang rapi jali. Jadi mirip taman karena diselingi aneka

PANGAN, SAMPAH dan PENDIDIKAN KITA

Sejak akhir Maret 2020 di lingkungan RT sudah berlangsung kegiatan jimpitan. Menabung beras dan uang untuk membantu keluarga terdampak Covid-19. Terutama yang rentan secara ekonomi. Karena beberapa keluarga mengandalkan mata pencaharian harian.  Seperti ada tetangga yang ditinggal suami meninggal, lalu jadi ngojek online. Langsung drop saat sosial distancing mulai berjalan. Tetangga yang biasa jualan makanan, minuman, dan aneka kebutuhan sehari-hari di jalan raya perumnas Karawang saat akhir pekan sudah tak bisa lagi. Ada juga yang satu-satunya sumber penghasilan dari gaji di perusahaan sementara terhenti karena dirumahkan. Sebagian ada yang mulai menjual aset. Kejatuhan ekonomi keluarga yang dialami beberapa keluarga sahabat dan tetangga akibat terjangan wabah Covid-19 membuat alarm di otak saya berbunyi keras. Tanda ada kegentingan untuk berfikir. Mencari tahu apa sih permasalahannya?  Jangan-jangan keluarga saya juga "hanya" beruntung saja. Karena tempat bekerja tidak sera

RUMAH CACING?

Wow! Saya menulis astronomi? sebuah ilmu dengan tingkat kerumitan yang tinggi? Anda kali ini salah tebakan! Saya tidak bicara tentang Lubang Cacing atau Worm Hole yang ada di luar angkasa. Bahkan punya teropong pun tidak.  Saya hanya belajar astronomi itu dari aplikasi Stellarium .   Nah, kalau yang ini memang benar-benar rumah cacing. Sungguhan.   Adalah kebutuhan untuk menemukan pakan alternatif buat lele dalam ember. Untuk memenuhi kebutuhan asupan makanan bergizi tetapi terkendala suplai. Adapun pelet yang bisa dibeli di toko peternakan atau toko akuarium ternyata menimbulkan efek samping. Membuat beberapa anak lele kembung. Lalu mati. Mengambang. Tetapi kendalanya adalah ketika memilih cacing sebagai sumber pakan, bagaimana untuk menjamin keberlangsungan pasokan? sedangkan halaman rumah kami sempit. Bukan ladang sawah yang luas? Qodarullah, sebagian pekarangan kami dibiarkan berupa lahan yang tidak di tembok semen. Juga ada yang ditanami beberapa tanaman. Dari situlah ternyata ba

MANA CONTOHNYA?

Sehebat apapun sebuah gagasan, kalau tanpa real project jadi tidak terlihat hebat. "Ah, teori?!" Ungkapan ini sepertinya mewakili. Begitupun dengan pendidikan.  Gagasan pendidikan fitrah, aqil baligh, sekolah karakter, sekolah juara, strenght based education, pendidikan berbasis keluarga, sekolah "manusia", sekolah ramah bakat, pendidikan yang memerdekakan dll akan tidak dilirik kalau tak ada bukti yang terlihat. Buktinya pun harus masif. Tidak satu dua orang saja. Alias bukan kasuistik. Sebaliknya, salah satu sebab kenapa Rumah Hafalan cepat diterima karena output -nya jelas. Padahal gagasannya sederhana, hanya menghafal. karena sederhana itu, jadinya mudah difahami. Jadinya mudah diterima. Hasilnya langsung ketahuan. Jumlah yang dihafal anak, bisa Anda cek di tempat. Maka, inilah tantangan terbesarnya. Memberi bukti, bukan sekedar janji. Kalau bicara WHY, saya kira semua setuju. Tentang filosofi dari gagasan hebat ini.Apalagi syiarnya sudah tersebar ke empat penju

MENJAGA IDEALISME

"Ingin sekali anak saya bersekolah di sekolah agama terpadu, boarding school atau pondok menghafal. Tapi biayanya itu, berat sekali. Mimpi rasanya," ungkap seorang tua yang galau. Mendirikan sekolah atau aktif di pendidikan itu memang bersentuhan dengan kebutuhan dasar manusia. Selain sandang, pangan, dan papan, ada pendidikan. Karena itu seyogyanya mendapat back-up dari negara. Tidak diserahkan ke mekanisme pasar. Dimana berlaku rumus : ada uang ada barang. Bukan sekedar kebutuhan utama, bahkan pendidikan semakin diyakini sebagai jaminan masa depan. Semakin baik pendidikan maka diyakini semakin cerahlah masa depan.  Sekarang ketika pendidikan identik dengan sekolah, maka persepsi orangpun menjadi : sekolah terbaik adalah pendidikan terbaik. Sekolah terbaik adalah jaminan masa depan terbaik. Zaman lalu berkembang. Sekolah terbaik itu kemudian semakin identik dengan bangunan terbaik. Guru terbaik. Fasilitas terbaik. Lalu karena prestasi identik dengan menang kompetisi, maka se