Sunday, November 4, 2012

Rokok dan Potret Bangsa yang Sakit





Beberapa waktu lalu, saat ada acara Halal Bil Halal di komplek perumahan. Waktu duduk tiba-tiba ada seorang bapak yang duduk di samping kanan menawarkan sebungkus rokok. "Silakan Pak, rokoknya", katanya.  Spontan saya jawab "oh, maaf, punten saya tidak merokok". "Oh, gapapa kalau begitu," lalu si Bapak dengan nikmatnya mengepul-ngepulkan asap. Saya kembali jadi perokok pasif.


Kenapa harus minta maaf ya? mestinya kan saya ngasih saran "Bapak sebaiknya berhenti merokok saja. Usia sudah tua. Gak bagus buat dompet dan kesehatan. Lebih baik buat sedekah fakir miskin, yatim piatu atau beli buku buat anaknya... bla...bla...bla".  Hmm... Dunia memang sedang terbalik.

Bagi para pembaca, membaca  judul di atas sepertinya sudah bisa menebak arah pembicaraan kali ini ya. "Paling-paling nyindir yang merokok?" Gak salah-salah amat sih, he he. Tapi tetap ada yang beda donk. Salah satunya, saya tidak mendahului dengan minta maaf pada pembaca yang merokok seperti ke bapak tua di acara halal bil halal itu. Walau tulisan ini memang rada mencubit. Biasanya kan begitu, "Mohon maaf kepada pembaca yang merokok kalau pernyataan saya agak menyinggung". Kali ini saya tidak! Karena bagi saya minta maaf pada perokok adalah sebuah kekeliruan. Nah lho?

Kita semua sudah pada mafhum akan bahayanya bagi kesehatan tapi kenapa gak berkurang-kurang jumlah para perokok.  Indonesia masih surga bagi perokok dan neraka bagi yang tidak merokok. Orang bebas seenaknya merokok di tempat umum, di pengajian, di dalam angkot, bis kota walau di sampingnya anak-anak, ibu hamil atau saya yang udah kipas-kipas tangan di depan hidung. Itu karena bangsa ini terlalu toleran pada hal-hal negatif. Malah dihormati dengan "mohon maaf" itu. Inilah salah satu potret masyarakat yang sakit.

So, beberapa catatan di bawah akan menjadikan gambaran bangsa ini memang bangsa yang masih sakit. Ini sakitnya baru gara-gara rokok, lho! Belum yang lainnya...

-Konsumen rokok kebanyakan orang miskin

Anehnya, cukai rokok yang tinggi justru dibayar orang miskin. Sebanyak 6 dari 10 rumah tangga termiskin memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. 70% perokok adalah warga miskin. Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil dari makanan pokok dan pengeluaran ini mengalahkan 23 jenis pengeluaran lainnya . Warga miskin itu ternyata lebih memilih beli rokok daripada bayar SPP anak sekolah atau membeli susu buat anaknya. Sepertinya tidak terpikir untuk menabung. Apalagi sedekah. Kan merasa miskin, gak mungkin sedekah. Inginnya diberi sedekah.

-Iklannya kreatif dan mudah diakses 

Iklan rokok yang ada sebenarnya bentuk penyesatan masyarakat. Identifikasi perokok dengan "lelaki sejati", maskulin, sportif, berani, kreatif adalah sebuah penjerumusan. Upaya penggiringan untuk menghirup racun secara massal dan bunuh diri perlahan-lahan. Apalagi disempurnakan dengan papan reklame rokok yang besarΓƒ‚Γ‚  terpampang di jalan utama dan tempat strategis.

-Anak muda jadi sasaran rokok

Bisa-bisanya izin diberikan untuk konser musik dengan sponsor rokok. Hanya demi sejumput pemasukan pajak hiburan, generasi muda dijerumuskan. Kita memang dipimpin oleh pemimpin yang nggak mengerti arti membangun dan arti merusak. Di benaknya hanya uang dan uang. Mana berkah bangsa ini kalau cara mengelolanya seperti ini. Berfikir nggak sih para pemimpin itu? Maka jangan heran kalau konsumen rokok remaja laki-laki yang tahun 1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007. Ini sudah tahun 2012 ya, berapa persen sekarang?

-Saat ada program CSR perusahaan rokok, yang dapat bantuan merasa bangga

Sebuah perusahaan rokok, melalui program CSR-nya menggelar seleksi bagi calon penerima beasiswa. Iklan di TV juga gencar. Katanya mau mencetak generasi berkarakter pemimpin. Saya tebak, yang daftar pasti bejibun. Di zaman pendidikan jadi komoditas, beasiswa adalah oase di padang pasir. Tapi, kalau jadi mahasiswa karena beasiswa dari rokok dan bangga, apa kata dunia? Mau kemana arah pendidikan kalau mahasiswanya saja tidak bisa membedakan barang yang bagus dan barang yang merusak?

-Even olah raga disponsori rokok

Maksudnya baik, demi prestasi. Juga demi pestise. Tapi, penyelenggara even olah raga seperti kehilangan kreativitas. Maka olah raga yang bertujuan menjadikan bangsa sehat malah disponsori rokok. Habis olah raga terus disuruh merokok dan bilang "WOW" , gitu?

Di negeri yang sepakbolanya maju ternyata tidak sekedar skill pemain dan managemen klub yang bagus, tapi  kepeduliaan lingkungan dan kesehatan juga terjaga. Silakan lihat logo sponsor di kaos MU, Ajax, Real Madrid. Kalau nggak sepatu, bank, kendaraan atau teknologi. Adakah rokok di sana?  Di sini malah jadi sponsor utama. Siaran langsung sepakbola dunia dan liga Inggris sponsornya juga rokok. Duhhhh!


-Yang tidak merokok harus minta maaf

Ini juga yang membuat para perokok dimanjakan dan dihormati. Contohnya seperti di awal tulisan di atas.


-Jadi gaya hidup

Alasannya biar gaul. Biar diterima komunitas. Ada juga buat teman cari ide. Sebenarnya ini cermin nggak mampu mengendalikan keinginan sendiri. Contohlah saya, buat tulisan di blog nggak perlu pake nyedot asap, he he


- Mengabaikan fatwa ulama dengan memproduksi rokok


Bahkan fatwa ulama tidak digubris. Oleh sesama ulama pula! Yang membuat  ngenes malah ada yang  produksi  rokok. Di Jawa Timur ada tuh yang seperti ini. Dalihnya, agar uang buat beli rokok, keuntungannya kembali ke mereka. Nggak semata dinikmati orang lain. Beuuu.... :(


-Suka cari-cari dalil pembenaran

Karena diantara ulama banyak yang berpendapat kalau hukum merokok hanya makruh, tidak haram. Maka, tidak merasa dosa kalau dilakukan. Ada lagi berdalih kontribusi pajak. "Merokok itu berarti ikut membangun bangsa lho, pahlawan pembangunan juga. Kan bayar cukai!" #gedubrakk!

Untuk diketahui, cukai rokok yang tinggi itu sebenarnya tujuannya bukan untuk penerimaan negara, tapi lebih ke mengurangi konsumsi rokok. Ini namanya fungsi "mengatur" dari pajak. Tidak semata-mata agar duit masuk ke kas negara. Jadi, bayar cukai rokok itu sebenarnya sebentuk sanksi karena sudah beli rokok yang mengandung racun. Lha, ini malah bangga ??!!


-Pasang  spanduk iklan rokok di masjid
6586711c7885b73bc03ed60b32d5ba0c_iklan-rokok
sumber: internet
Sekarang, marketing rokok tak sekedar mengincar pasar konsumen di even olah raga dan kesenian, tapi sudah masuk ke rumah ibadah. Terutama pada bulan puasa. Di banyak masjid sudah banyak yang pasang spanduk rokok bertuliskan "Selamat Beribadah Puasa". Maka jangan heran kalau pengadaan kitab suci Al-Quran pun dikorupsi. Karena perlakuan tak pantas terhadap simbol ibadah dan agama sudahΓƒ‚Γ‚  dicontohkan oleh para ustadz pengelola masjid sendiri.




-Bangsa yang orang terkayanya dari rokok

Dari  10 posisi teratas orang terkaya di Indonesia menurut versi Fobes tahun 2012, dua orang teratas adalah pemilik perusahaan rokok. Kaya dari jualan rokok. Sepertinya hanya dari Indonesia yang orang terkayanya dari jualan rokok. Kalau negara lain kan keren, kaya dari teknologi, minyak, atau property.


-Terakhir, balita yang merokok

Kalau ini, saya speechless. Udah parah bangeeeeet soalnya. Lagi-lagi saya berfikir, kemana pikiran para produsen rokok dan pedagangnya, para orang tua dan para pemimpinnya???


Apa Hubungannya dengan SUMPAH PEMUDA??

Ya dihubungkan saja, mumpung suasana masih Hari Sumpah Pemuda, he he. Mestinya, pemuda sekarang malu pada pemuda dulu. Kalau para pemuda zaman pergerakan berani bersumpah demi kejayaan bangsa. Punya wawasan nasional yang cerdas sehingga melahirkan 3 point kesepakatan strategis : bertanah air, berbangsa danberbahasa satu : INDONESIA.

Maka, kalau anak-anak muda sekarang mau laksanakan sumpah pemuda, lakukan yang simple dulu. Canangkan gerakan STOP MEROKOK!  Lawanlah dulu nafsu diri sendiri. Kalau berhasil, bolehlah mengambil target lebih besar. Mau jadi pengusaha sukes, atau mau jadi politisi. Silakan!

No comments:

Post a Comment

KELUARGA : DARI KETAHANAN MENUJU PERADABAN

  Mengapa pembicaraan publik tentang wacana keluarga selalu bernuansa pesimis dan defensif, sehingga istilah yang muncul adalah 'ketahan...