Imad, the Karate Kid |
Diiringi musik dengan beat menghentak Imad berlari ke atas panggung. Berseragam karate sabuk biru. Seragam yang putih membuatnya terkesan gagah. Lantas, Imad bareng
beberapa temannya membentuk formasi Kata. Di barisan depan Imad bersama Lulu
anaknya Pak Lili, teman saya yang guru SMKN 1 Karawang dan pengurus BKC (Bandung
Karate Club) Cabang Karawang. Setelah
gerakan Kata serempak selesai, dilanjut atraksi memecah bata merah. Saya menjadi rada degdegan,
apa bisa kepala Imad menang lawan bata merah? Setelah melakukan beberapa gerakan
pernafasan, batu-bata itu dipegang dua tangan dan serempak dibenturkan ke dahi. Dan “pyar!”
pecahlah si bata merah jadi dua keping. Tepuk tangan penonton sontak bergemuruh memenuhi ruangan aula.
Di antara tepuk tangan itu mata saya berkaca-kaca. Ada rasa senang dan bangga.
Ya, saya sedang bercerita tentang Imad yang tampil pada pentas akhir tahun SDIT Harapan Ummah di Aula Husni Hamid, Komplek Pemda Karawang. Saat itu masih kelas 4. Anak saya kedua ini memang senangnya olah fisik. Semua yang berbau olah raga inginnya diikuti. Ingin les renang, sepakbola, karate, juga bulu tangkis. Saya akhirnya cuma bisa memenuhi untuk les Karate di BKC. Sebenarnya ini impian saya waktu kecil dulu. Ingin belajar bela diri namun terkendala materi. Jadinya hanya mimpi. Kini Imad seolah mewujudkan mimpi saya yang tertunda.
Ya, saya sedang bercerita tentang Imad yang tampil pada pentas akhir tahun SDIT Harapan Ummah di Aula Husni Hamid, Komplek Pemda Karawang. Saat itu masih kelas 4. Anak saya kedua ini memang senangnya olah fisik. Semua yang berbau olah raga inginnya diikuti. Ingin les renang, sepakbola, karate, juga bulu tangkis. Saya akhirnya cuma bisa memenuhi untuk les Karate di BKC. Sebenarnya ini impian saya waktu kecil dulu. Ingin belajar bela diri namun terkendala materi. Jadinya hanya mimpi. Kini Imad seolah mewujudkan mimpi saya yang tertunda.
Walaupun tidak
ikut semua les olah raga, Imad mampu juga menguasai olah
raga yang lain. Kemampuan berenangnya sudah lumayan.Sudah bisa mengambang. Main
bola juga sudah jadi hobi. Main bulu
tangkisnya bagus. Bersepedanya sudah bisa jumping, alias mengangkat ban roda depan
layaknya aksi Valentino Rosi di balapan MotoGP saat melakukan victory lap. Main yoyo dan bongkar pasang (lego)
kesukaannya adalah kegiatan fisik yang lebih ke permainan tangan. Kini ia sudah mulai
merambah bongkar pasang sepeda. Sekarang sudah tambah lagi, tanpa saya ajari
Imad sudah bisa mengendarai motor Honda Supra. Sudah bisa bantu uminya beli lauk ke pasar.
Hobinya olah raga
kadang bikin pusing uminya. Tidak peduli sedang ada UAS, walau sudah diwanti-wanti
untuk tidak main dulu. Begitu ada teman ngajak main bola, Imad langsung hilang
entah ke mana. Saat pulang, ia hanya nyengir saat diomelin. Hanya saja
senyumnya yang manis sering membuat hati Uminya luluh begitu saja. Ah... Imad, anakku, kadang masih saja abi dan umi terbawa logika sendiri. Maunya mendisiplinkan
anak. Tak tahunya malah harus tarik ulur dengan kecenderungan yang kuat di
dalam diri Imad. Sesuatu yang memang tak bisa dicegah. Tapi, memang batasan dan larangan harus disampaikan. Karena kelak Imad akan berhadapan dengan aneka pilihan dan prioritas. Tentang memilih mana yang harus didahulukan.
Imad memang terbukti
konsisten di bidang olah raga. Di BKC ia
sudah sabuk coklat. Sekali tes lagi sudah sabuk hitam. Sudah bisa memecahkan genteng memakai tendangan. Pernah ikut tanding antar club BKC se Jawa Barat di GOR Adiarsa
Karawang. Dua kali menang dan sekali kalah. Menang kalah tak penting. Berani tampil di sebuah even pertandingan dan ditonton banyak orang adalah sebuah pencapaian tersendiri. Saya harus menghargainya. Walau dengan cara yang sederhana. Misalnya dengan menjadi suporter dari balkon, memberi tepuk tangan dan berteriak menyemangati, serta antar jemput.
Konsisten dengan olah fisik, efek ke badannya memang
mulai terlihat. Gerakannya lebih lincah dan tulangnya terlihat kokoh. Saat SMA kelak, saya
perkirakan Imad akan tumbuh tinggi besar. Akan lebih tinggi dan besar dari
abinya, insya Allah.
Setiap anak memang memerlukan alasan untuk dibanggakan. Dan Imad sudah punya sesuatu yang bisa membuat abi-uminya bangga. Karena “setiap anak adalah unik”. Ya, pernyataan ini sepertinya harus ditulis dengan huruf besar, dicetak. Kemudian dilaminating dan diberi pigura. Lalu dipasang di tempat paling strategis di dinding rumah hingga gampang dilihat dan sering dibaca.
Kenapa demikian?
Setiap anak memang memerlukan alasan untuk dibanggakan. Dan Imad sudah punya sesuatu yang bisa membuat abi-uminya bangga. Karena “setiap anak adalah unik”. Ya, pernyataan ini sepertinya harus ditulis dengan huruf besar, dicetak. Kemudian dilaminating dan diberi pigura. Lalu dipasang di tempat paling strategis di dinding rumah hingga gampang dilihat dan sering dibaca.
Kenapa demikian?
Kita, para orang
tua kadang membandingkan anak dengan orang tuanya, dengan saudaranya, atau dengan anak orang lain. Tentu yang punya keunggulan dan
prestasi. Tetapi prestasi akademik yang sering jadi ukuran. Entah itu ranking di kelas, kepandaian mengerjakan matematika, atau juara olimpiade sains. Di sinilah perlunya pernyataan “setiap
anak adalah unik” perlu dicamkan baik-baik oleh para orang tua.
Bahwa keunikan
anak adalah fitrah dan anugerah. Wajib disyukuri dengan memberinya apresiasi.
Tanpa mencela dan membanding-bandingkan. Niscaya tiap anak akan berkembang
dengan kebanggaannya. Menjadi dirinya. Dengan kepercayaan diri inilah, menurut praktisi sekolah
inklusif, seorang anak bisa memacu keunggulan di bidang lainya.
Semoga Allah jadikan kita orang tua yang memahami dan menghargai anak-anaknya. Aamiin...
Semoga Allah jadikan kita orang tua yang memahami dan menghargai anak-anaknya. Aamiin...