Sosok sederhana
yang biasanya terlihat di televisi itu
kini ada di depan mata. Satu ruangan dan live.
Karena kepribadiannya, ia sempat dijuluki The
Holy-Man oleh majalah Time. Pernah jadi salah seorang tokoh pengusaha
panutan pembayar pajak. Jadi panutan
anak muda muslim yang taat. Idola Ibu-ibu sebelum citranya tenggelam karena
pilihan poligami. Sosoknya mungil namun
berkarakter. Sosok itu adalah Aa Gym.
Rabu, 23 Mei 2012, saya berkesempatan bertemu langsung dengan pemilik nama lengkap Abdullah Gymnastiar itu. Sore itu Aa diundang oleh DKM Masjid Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karawang Utara untuk memberi tausyiyah kepada pegawai. Selain untuk pegawai KPP Pratama Karawang Utara, panitia juga mengudang pegawai kantor sekitar, seperti pemkab Karawang dan kantor dinas. KPP lain sekitar Karawang dan masyarakat umum juga ada yang hadir. Spanduk yang dipasang di pagar depan kantor melengkapi acara informal tersebut.
Sebagaimana sudah sering terdengar di televisi, sore itu Aa berbicara tentang tauhid. Seperti
biasanya, dengan bahasa yang sederhana, renyah, dan mudah dimengerti. Guyonannya
yang cerdas kadang menggelitik, namun tak
terduga, kerap menyertai tausiyahnya. Kadang menusuk tajam, misalnya tentang
rokok. Di sana Aa lebih banyak mengulas sikap
yang benar tentang rizki. Tema yang mungkin pas di telinga audiens yang
sehari-hari berurusan dengan angka rupiah.
Di sini, saya
justru ingin melihat sisi lain Aa Gym yang ada hubungannya dengan reformasi
birokrasi ditjen Pajak. Koq, Aa Gym
dibawa-bawa? Ya, ini hanya pintu masuk untuk melihat bagaimana sebuah reformasi
birokrasi berjalan hingga sekarang.
Benar, karena reformasi
DJP memang tidak berhenti. Ia sudah menjadi karakter DJP sekarang yang terus
berubah. Perubahannya pun alamiyah. Seperti tumbuhnya pepohanan dan makhluk
hidup lainnya. Tumbuhnya memang tidak terlihat dibanding kalau dicetak dan
dipaksakan. Tetapi ia berproses dan tumbuh dari dirinya sendiri. Karena ruh perubahannya memang hidup. Ia
menjadi nyawa yang dengannya terus bergerak. Reformasi DJP memang muncul dari
dalam. Faktor luar hanya faktor pendukung. Saya yakin itu. Juga merasakannya.
Nah, dalam proses
reformasi itulah Aa Gym seperti menjadi pendamping. Menjadi saksi hidup. Mulai
awal, saat geliat reformasi mulai hidup dan tumbuh. Ia dan Darut Tauhid bahkan
menjalin kemitraan dengan program Diklat Management Qalbu yang pesertanya
utusan dari kantor pajak seluruh Indonesia.
Sampai tiba
saatnya ada badai GT, BA hingga DW. Seperti
tsunami yang membuat citra DJP terpuruk. Citra yang hancur lebur. Moral seluruh
pegawai DJP terjun bebas. Setitik nila bernama GT yang merusak susu se-Indonesia.
Saat dilanda keterpurukan itulah Aa Gym
pun datang memberi angin sejuk. Seperti seorang begawan menasihati muridnya. Aa Gym keliling ke KPP di berbagai tempat. Mengangkat
kembali moral yang jatuh terpuruk seiring pemberitaan yang gegap gempita dan
bertubi-tubi. Maka, moral yang sempat terpuruk hingga titik nadir itupun
kembali bangkit. Tegak dan lantang. Dari berbagai ruang pertemuan, lantang
suara bergemuruh serempak : DJP Maju PasTI!
Dan reformasi DJP-pun
terus bergulir hingga genap satu dekade. September tahun 2012 ini.
No comments:
Post a Comment