Sunday, November 4, 2012

Sufi-Sufi DJP




Senin pagi, 8 Oktober 2012, jam masih menunjukkan angka 07.15 saat seorang  lelaki sederhana memasuki masjid Thoriq Bin Ziyad, komplek KPP Pratama Cikarang Utara, Bekasi. Ritual rutin petugas Satpam KPP setelah membersihkan ruangan dan teras masjid itu adalah shalat dhuha, berdo’a dan membaca Qur’an.  Tak lama, biasanya beberapa pegawai KPP akan menyusul. Mereka menyempatkan untuk bercengkerama pagi dengan Sang Khalik. Khusyuk dalam ruku, sujud dan do’a. Cukup lima belas menit untuk menyegarkan spiritual. Kemudian bergegas menuju ruangan masing-masing. Memulai hari bergulat kembali dengan pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak. Menunaikan amanah, mengejar target penerimaan dan kinerja. 

Di KPP Madya Bekasi, Jalan Cut Meutia, Bekasi, suasana  pagi di atas juga akan kita jumpai. Siang harinya, masjid Shalahudin di sana selalu ramai waktu shalat jamaah Dzuhur dan Ashar. Baik oleh pegawai maupun Wajib Pajak yang sedang berkunjung. Apalagi  di sana ada dua kantor,  bersama KPP Pratama Bekasi Selatan. Rutinitas lainnya, sekali dalam sepekan diselenggarakan kajian Islam.    

Di Kantor Pusat DJP, Jalan Gatot Subroto, Jakarta,  suasana religius lebih terasa lagi. Tidak seperti di banyak kantor, hotel, pabrik dan pusat perbelanjaan yang menempatkan masjid di pojok parkir atau basement,  posisi masjid Shalahudin di sana teramat bagus. Arsitekturnya yang indah dan menyandingkannya dengan  gedung utama seperti mewakili visi DJP. 

Kegiatannya beragam. Tidak hanya pengelolaan ibadah shalat, ceramah yang jadi budaya pesantren sudah lama diakrabi pegawai DJP. Saat memberikan nasihat singkat itu para pejabat eselonpun menjadi seorang ustadz.  Selain itu ada peringatan hari besar Islam, santunan yatim, bulletin dakwah,  qurban, dan shalat ‘Ied. Saat bulan Ramadhan suasana religus amatlah terasa.  

Ketaatan kaum Kristiani juga difasitasi. Seperti saat perayaan Natal 2011, bertempat di Auditorium Cakti Buddhi Bhakti, Minggu 15 Januari 2012 lalu, panitia Natal DJP mengajak umat Kristiani untuk berkarya dalam sukacita. Pemimpin kebaktiannya adalah Pdt Marnangkok Situmorang. Pemberi khotbah Natalnya, Romo Yohanes Edy Purwanto Pr.  Saat sambutan Natal, Dirjen Pajak menyatakan bahwa jika seluruh pegawai bersikap optimis serta selalu penuh sukacita di dalam pekerjaannya, akan memberikan suasana kerja yang baik sehingga menghasilkan output yang lebih baik pula.

Umat Hindu di lingkungan Kanwil DJP Bali ada sekitar 230-an pegawai. Saat Perayaan Nyepi, April 2012 lalu, Kanwil DJP Bali menyelenggarakan Dharma Santhi Nyepi Tahun Caka 1934. Di sana para pegawai DJP melakukan sejumlah kegiatan, seperti kegiatan sosial ke Panti Asuhan Dharma Jati, donor darah, persembahyangan bersama dan penanaman pohon. Di mata umat Hindu, Nyepi sebagai Tahun Baru Caka merupakan perenungan dan refleksi.


Paradoks DJP dan Tren Global Kesadaran Spiritual

Suasana seperti di atas memang menjadi paradoks ketika media lebih banyak mengungkap sosok kebalikannya seperti GT, BA, DW, TH. Pemberitaan media yang membuat citra DJP terpuruk di masyarakat. Dikesankan sarang korupsi.  Padahal,  DJP sendiri adalah pelopor reformasi birokrasi yang menjunjung tinggi nilai integritas.

Pertanyaannya, bagaimana sumberdaya DJP mampu menjaga stamina modernisasi itu dalam jangka panjang sehingga bisa jadi acuan yang kokoh dan mampu mengatasi badai pencitraan negatif yang datang silih berganti? 

Di sinilah peran spiritual bicara. Consciousness, kesadaran, keberadaan atau kewaspadaan,  aura jiwa yang memberi semangat, serta keikhlasan akan menjadi sumber api yang menyala. Tanpa keikhlasan biasanya semangat untuk berbuat kebaikan tidak akan berlangsung lama. Sedangkan aktivitas ibadah di atas, tujuannya agar kesadaran (dzikr, consciousness) itu senantiasa menyala dan terjaga.

Di KPP yang tersebar di berbagai kota seluruh nusantara, keberadaan tempat ibadah menjadi penting. Ke dalam untuk  menjaga spiritualitas pegawai, ke luar untuk membawa pesan bahwa DJP menjunjung tinggi nilai-nilai religius. Dengan komitmen dan dinamika yang terbangun tersebut, nilai-nilai institusi yang ditegakkan akan seperti sila-sila Pancasila yang dilandasi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Diluar DJP sendiri, kesadaran spiritualisme adalah tren yang tengah melanda dunia. Bahkan di tengah pusaran kapitalisme yang selama ini  terkesan menuhankan uang, laba dan egoisme. Bahkan “juru bicara resmi” kapitalisme, Alan Greenspan, mengakui kekurangan kapitalisme itu.  

Penulis buku “The Corporate Mistics”, Gay Hendriks Ph.d  menggunakan istilah corporate mistics atau sufi-sufi korporat, untuk menyebut para pelaku bisnis yang  sangat menjunjung etika dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual.  Sedangkan Patricia Aburdence, di dalam buku “Megatrends 2010” yang ia tulis, banyak menguraikan kisah-kisah para eksekutif perusahaan yang berhasil mentransformasi nilai-nilai spiritual pribadi menjadi nilai korporasi. Membangun sebuah dunia baru dimana uang dan moral berdiri berdampingan. Muaranya adalah laba perusahaan yang melimpah dan berkelanjutan.

Kini para pengusung kapitalisme sadar bahwa pencarian moral, keinginan untuk mengalami kedamaian dan tujuan dari sesuatu yang sakral di dunia bisnis yang materialis adalah realitas-yang-dalam, yang hidup di hati jutaan orang dan sangat memengaruhi tingkah laku. Maka, jangan heran kalau di perusahaan kelas dunia di Amerika Serikat seperti Ford, American Airlines, Texas Instrument dan Intel mendukung aktivitas berbagai kelompok keagamaan.
Para pekerja muslim di Ford, misalnya, mendapat fasilitas dari Interfaith Network yang didanai Ford untuk dapat melaksanakan ritual shalat di Product Development Center. American Airlines menyetujui adanya kelompok karyawan Kristen, Yahudi dan Muslim, dan tidak ada masalah dengan adanya berbagai kelompok keagamaan tersebut.

Di dalam negeri, perusahaan-perusahaan kini tak asing dengan aktivitas bernuansa religius. Contohnya, dalam rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran 1433 H, PT Astra Honda Motor (AHM) menggelar beragam program untuk menemani dan berbagi bersama konsumen di bulan suci  yang dikemas dalam kegiatan Sirkuit Ramadhan dan Mudik-Balik Bareng Honda (MBH).
 
Contoh lain, berangkat dari kesadaran bahwa integritas dan kejujuran hanya bisa dicapai dengan kembali kepada peran agama, PT Elnusa mendirikan Badan Dakwah Islam (BDI) Elnusa, yang kemudian bernama Yayasan Baitul Hikmah Elnusa (YBHE). Kegiatannya juga beragam. Mulai dari penyelenggaraan Shalat Jum’at, Peringatan Hari Besar Islam, Kajian Rutin, hingga Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA).



Realitas di atas menjadi argumentasi tak terbantahkan tentang pentingnya menumbuhkan budaya kerja yang dilandasi kesadaran spritual,  juga menepis anggapan yang keliru, bahwa kegiatan keagamaan akan mengurangi produktivitas kerja. 

Dengan kata lain dari kegiatan keagamaan di lingkungan DJP di atas, salah satunya adalah agar muncul “sufi-sufi” DJP. Bukan dalam arti berpakaian lusuh, berjanggut panjang dan senantiasa berdiam di tempat ibadah. Tapi pegawai dengan kompetensi tinggi dan senantiasa menjunjung tinggi nilai nilai integritas, profesionalisme, sinergi,  pelayanan, dan kesempurnaan. Hingga mencapai muara paling diidamkan seluruh masyarakat : birokrasi Indonesia yang bersih, modern, dan melayani.

*tribute to DJP!

No comments:

Post a Comment

KELUARGA : DARI KETAHANAN MENUJU PERADABAN

  Mengapa pembicaraan publik tentang wacana keluarga selalu bernuansa pesimis dan defensif, sehingga istilah yang muncul adalah 'ketahan...