RUMAH CACING?



Wow! Saya menulis astronomi? sebuah ilmu dengan tingkat kerumitan yang tinggi?


Anda kali ini salah tebakan! Saya tidak bicara tentang Lubang Cacing atau Worm Hole yang ada di luar angkasa. Bahkan punya teropong pun tidak.  Saya hanya belajar astronomi itu dari aplikasi Stellarium.  


Nah, kalau yang ini memang benar-benar rumah cacing. Sungguhan.  


Adalah kebutuhan untuk menemukan pakan alternatif buat lele dalam ember. Untuk memenuhi kebutuhan asupan makanan bergizi tetapi terkendala suplai. Adapun pelet yang bisa dibeli di toko peternakan atau toko akuarium ternyata menimbulkan efek samping. Membuat beberapa anak lele kembung. Lalu mati. Mengambang.


Tetapi kendalanya adalah ketika memilih cacing sebagai sumber pakan, bagaimana untuk menjamin keberlangsungan pasokan? sedangkan halaman rumah kami sempit. Bukan ladang sawah yang luas?


Qodarullah, sebagian pekarangan kami dibiarkan berupa lahan yang tidak di tembok semen. Juga ada yang ditanami beberapa tanaman. Dari situlah ternyata banyak cacing tersembunyi di bawah pot.

Saya gali sedikit, maka munculla makhluk panjang licin yang membuat sebagian orang merasa geli atau jijik itu. Tetapi kita tahu kadar proteinnya sangat tinggi. Kalau tidak salah sampai 70%. 


Lalu kami kumpulkan makhluk menggemaskan itu. Kemudian ditaruh di pot persegi yang sebelumnya sudah kami beli. Untuk nutrisi ditambahkan potongan daun lidah buaya dan daun lainnya. Lalu dibiarkan.


Haripun berganti hari. Ternyata ketika diangkat pot atau rumah cacing itu di bawahnya teronggok tanah yang keluar dari perut ikan cacing. Sangat subur. Inilah yang dikatakan dalam literatur bahwa cacing memang menyuburkan lahan.


Jadinya saya menemukan alternatif sederhana sumber makanan ikan. Ini juga sebagai contoh bagaimana kita bisa menciptakan nilai tambah dari apa yang ada di sekitar kita. Cacing yang sebelumnya hanya menyuburkan lahan itu, ternyata kita bisa membuat nilai tambah.


Kita akan melihat ada setidaknya tiga manfaat : 


Pertama, untuk mendaur ulang sampah organik dari daun-daun yang kita ambil atau dari yang sudah busuk. Kemudian si cacing itu berkembang biak dan perilaku cacing memunculkan pupuk yang sangat subur.


Kedua, anak-anak cacing yang sudah agak besar sebesar lidi kira-kira ini yang kita ambil sebagai pakan ikan. Kita bersihkan dulu. Jangan lupa baca basmalah. Lalu potong-potong cacing itu. Lalu kita berikan ke anak-anak lele. Ternyata luar biasa sambutan si lele. Sangat antusias. Bersukacita. Alias rakus. Dalam sekejap lenyap itu potongan-potongan cacing.


Setelah menemukan prototipe rumah cacing, maka selanjutnya adalah menghitung berapa jumlah rumah cacing yang memadai untuk memasok pakan lele sebanyak katakanlah 100 ekor.


Ini yang akan kita coba hitung. Sehingga target ke depan kita tidak perlu pelet. Cukup dari cacing yang kita ternakan atau makanan sisa yang berupa limbah dapur. Harapannya limbah organik dari dapur itu tidak terbuang ke tempat pembuangan sampah. Tetapi kita olah sendiri menjadi pupuk atau bahan makanan ikan.


Ketiga, ini adalah bagian dari ide besar membangun kemandirian pangan dari rumah. Yakni dari apa-apa yang ada di sekitar kita. Kita olah. Kita beri nilai tambah. Sekaligus sebagai bahan pembelajaran anak-anak kita, bahwa ada peluang yang menjadikan sesuatu yang selama ini ini terabaikan menjadi bermanfaat dan bahkan bernilai ekonomi. Kita bisa baca literatur tentang nilai ekonomi dari cacing tanah.



Comments

Popular posts from this blog

PANGGUNG SALMAN DI PENGHUJUNG TAHUN

HARU BIRU PUTIH BIRU

MUTASI PONTI