Awal
Oktober ini, ada dua hari berkesempatan mengunjungi Bandung. Ada tugas
kantor. Tempatnya di kawasan Dago. Ini memang acaranya se-kantor
wilayah, dari Ciawi hingga Kuningan.
Bicara Bandung suka jadi obsesi
sendiri. Rasanya senang sekali saat akan berangkat ke kota tempat Aa
Gym bermarkaz itu. Kali ini fasilitas yang disediakan adalah menginap di
hotel. Walau hanya semalam.
Bicara
hotel yang ada bintangnya, beberapa impian dunia praktis bisa dinikmati.
Kamar tidurnya berpendingin. Springbed empuk dengan selimut hangat
nan tebal, jodohnya AC. Kamar mandinya tak kalah mewah. Bersih. Ada air panas dan dinginnya. Toiletnya cantik dan elegan dari bahan keramik
putih gading. Layar TV LCD siap menayangkan siaran kesukaan. Mulai
petualangan ala National Geograpic hingga film box office. Makan yang
tersaji sungguh mengundang selera. Empat sehat lima sempurna enam
ueenaaak... :)
Tapi ada sisi lain yang ingin ditulis ... sisi paradoknya.
Saat
hendak shalat, ada muncul rasa tidak enak. Prihatin. Bagaimana
tidak? saat mencari masjid, ternyata langkah kaki membawa ke sebuah
tempat yang terletak di pojok parkir basement. Tempatnya gelap dan
pengap. Karpetnya seperti di banyak mushola kampung. Karpet murah yang
kasar terasa di kaki. Saya tahu, itu made in China. Baunya juga
khas, mengandung aroma khas bekas kaki manusia. Kontras sekali dengan tampilan
hotel. Bahkan dibanding kamar mandinya sekalipun!
Ya, bicara tempat ibadah di ruang komersial dan publik yang mengikuti bangunan induknya memang banyak warna. Diantaranya banyak yang bikin melas.
Di Karawang, tempat domisili saya, dua Mal di sekitar bundaran Tuparev juga begitu. Mushollanya
ala kadarnya. Gak niat banget yang buat. Dan ada kesamaan hampir di
semua tempat itu. Tempat ibadah biasanya berdampingan dengan toliet. Mungkin niatnya biar praktis. Tapi jelas mengorbankan penghormatan
terhadap sebuah tempat ibadah.
Saya
acungkan jempol buat beberapa lokasi komersil yang memuliakan tempat
ibadah. Diantaranya, di hampir semua Rest Area di sepanjang jalan tol
Jakarta bagus tempat shalatnya. Di Rest Are 57 Karawang bahkan sangat
bagus, baik arsitektur maupun pengelolaannya.
Sebelumnya, perkantoran sudah mulai melirik masjid sebagai tempat penting setelah ruang kerja dan ruang rapat. Seiring kebutuhan tempat ibadah bagi karyawannya. Masjid PLN di Karawang adalah salah satunya. Walaupun tidak berdiri sendiri, tapi tampilan fisiknya cukup bagus. Masjid di komplek Pemda Karawang bahkan kini sedang direnovasi total.
Tapi yang paling top diantara masjid yang berdiri di dalam komplek kantor, tempat umum atau tempat komersial, menurut saya, masih Masjid Shalahudin, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Megah tempatnya, makmur kegiatannya. Bila diamati dari gambar di bawah, serasi sekali dengan gedung pencakar langit di sekelilingnya.
Masjid Shalahudin, Kantor Pusat DJP |
Bicara
tempat ibadah, biasanya mencerminkan visi pendirinya. Bila dimuliakan,
bisa ditebak kalau pendirinya punya visi yang melebihi sekedar materi.
Walau akhirnya manfaat materi bisa mengikuti. Memisahkan materi dan
immateri memang sulit. Memisahkan dunia dan akhirat dalam kenyataannya
juga sekedar perasaan. Inilah gejala spiritulitas yang tidak bisa
hilang. Karena ia adalah kodrati.
Kesadaran
religius kini memang menjadi trend global. Tidak hanya di Indonesia,
spiritualitas memang melanda dunia. Patricia Aburdene menyebutnya sebagai Global
trend 2010. Sedangkan Gay Hendriks menyebutnya fenomena corporate mistics atau sufi-sufi korporat.
Mengikuti gelombang kesadaran religius kelas menengah, komunikasi bisnis mau tak mau mengikuti trend ini. Perusahaan yang memfasilitasi para karyawan dan konsumen untuk nyaman mengekspresikan agamanya, akan menuai simpati. Baik terhadap perusahaan maupun produk. Hermawan Kartajaya, Sang Guru Marketing dunia membahasnya secara khusus dalam tema spiritual marketing.
Karenanya,
marilah kita kembali ke kesadaran diri sebagai makhluk ciptaan Allah.
Kembali ke sisi spiritual yang sempat terpinggirkan. Tergerus arus
materialisme semu dan profan. Walau untuk jadi religius tak harus
menunggu tren.
No comments:
Post a Comment