Thursday, November 8, 2012

Masjid SALMAN



Masjid Salman, ITB




Alhamdulillah, awal Oktober 2012 kemarin bisa menyempatkan shalat Jum'at di Masjid Salman, ITB Bandung. Sepulang dari acara rakor di Hotel Holiday Inn, Dago. Lokasinya memang tidak jauh dari ITB. Ini memang pengalaman pertama mampir ke sana. Walau beberapa kali ke kota Kembang, bahkan hingga ke Sabuga, namun tidak sampai ke Salman. Ada rasa penasaran yang terselip, terutama saya ingin melihat halaman rumputnya. Koq halaman rumput?

Ya, masjid Salman memang bernilai sejarah bagi kebangkitan generasi muslim modern Indonesia. Masjid yang namanya pemberian Sukarno  ini adalah pelopor berdirinya masjid-masjid kampus di Indonesia. Dari sini era gerakan muslim modern Indonesia mulai menemukan lahan subur. Bersemai. Tumbuh. Berkembang dan menyebar ke mana-mana. Diantaranya memunculkan model kegiatan yang ditiru di tempat lain. Seperti virus.

Salah satu virus yang menyebar itu bernama mentoring. Mentoring ini adalah kajian keislaman tematis yang diikuti sekitar sepuluh peserta saja. Pelopor mentoring sendiri adalah Karisma, salah satu unit kegiatan Salman. Pada  mentoring itu, Sang Mentor yang kebanyakan adalah senior angkatan menyampaikan materi tertentu, kemudian dilanjut diskusi. Suasananya memang rileks dan dialogis. Tidak seperti ceramah dan  khutbah yang  monolog. Nah, suasana rileks itu muncul karena terkadang tempat mentoringnya lesehan di rumput. Itulah kenapa saya ingin lihat rumputnya, he he

Mentoring sendiri saya kenal mulai saat SMA kelas 1. Tahun 1990. Saat pesantren kilat Ramadhan di Masjid Agung Syiarul Islam, Kuningan dua pekan lamanya. Saat itu ada memang dibuat kebijakan ada libur agak lama saat Ramadhan. Inilah kegiatan yang amat berkesan. Momentum munculnya kesadaran keislaman yang mewarnai hidup saya. Hingga kini. Itulah untuk pertama kalinya saya merasa bangga sebagai muslim. 

Ada beberapa literatur yang saya baca berbarengan dengan pengenalan mentoring. Terutama Buku-buku Muhammad Quthb dan Sayid Quthb yang menghentak kesadaran. Membangkitkan ghirah. Menumbuhkan kebanggaan. Membuka cakrawala baru. Bahwa Islam lebih dari sekedar agama. Tapi the way of life. Buku-buku yang sampai sekarang masih ada di perpustakaan pribadi itu penerbitnya adalah pustaka Salman.

Salah satu buah dari kesadaran itu adalah mulai muncul kesadaran berjilbab bagi yang perempuan. Terutama mahasiswi dan pelajar SMA. Simbol deklarasi “isyhadu bi annal muslim”  atau “saksikanlah, bahwa saya seorang muslim”.  Itulah saat gerakan jilbab mulai muncul, kemudian membesar dan menerabas belenggu. Mendobrak tirani. Revolusi jilbab. Dahsyat!

Itulah saat sebuah perjuangan terlihat benar bagaimana awal dan akhirnya. Mulai dari muncul gagasan, semangat, kesadaran, mulai berbilang jilbaber baru. Lalu kepedulian dari kalangan ikhwan, para da’i, tokoh, budayawan. Lalu ada dorongan melawan penghalang. Semakin besar gelombang. Mulai membentur tembok. Mulai ada korban. Ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah. Ada yang dipanggil orang tuanya. Intimidasi.  Tapi justru  semakin masif. Emha Ainun Najib, sang budayakan menyerukan lewat puisi “lautan jilbab”. Lalu tiranipun tumbang. 

Tidak berhenti di situ. Kelak beberapa ikon kebangkitan peradaban Islam, embrionya lahir dari lingkungan Salman. Sejarah bank Syari’ah, BPR Syariah dan BMT tak lepas dari sini. Dalam perjalanannya kita akan menemukan  nama Baitut Tamwil Salman.  Begitupun Sekolah Islam Terpadu dan Sekolah Alam yang kini tersebar di seluruh nusantara. Pada sejarahnya kita akan menemukan nama  TK Salman yang memelopori integrasi antara pengetahuan umum dan agama.

Kembali ke laptop!

Oh,ya. Di halaman depan masjid Salman itu memang saya lihat hamparan rumput yang luas itu. Tempat kegiatan mentoring selain di teras masjid yang sejuk berlantai kayu. Unit kegiatan ekonomi juga terlihat di sekelilingnya. Salman memang menjadi percontohan masjid yang memicu ekonomi.  

Saya memang tidak berlama-lama ada di Salman. Bahkan karena Shalat Jum’at-nya datang terlalu siang, jadinya tidak sempat menikmati lantai kayu masjid dan ruangan dalam yang tanpa tiang itu. Tapi setidaknya saya sudah tidak penasaran lagi dengan masjid legendaris ini. Masjid yang salah satu tokohnya, Imadudin Abdurrahim atau Bang Imad itu menjadi inspirasi saat akan memberi nama anak saya yang kedua. Maka kuberi nama ia Abdullah Imaduddin Hakam Rahmany.

Salman memang menjadi salah satu monumen peradaban Islam Indonesia yang dibangun dan dipicu pemikiran Islam modern era Sayid Quthb, Muhammad Quthb, Rasyid Ridha, Muhamad Abduh, Jamaludin Al Afghani, juga Muhammad bin Abdul Wahab. Gerakan yang kemudian disusul oleh gerakan dakwah berikutnya yang muncul lebih masif dan terstruktur.  Maka gagasan tentang sekolah Islam terpadu, bank dan ekonomi syariah, masjid kampus, dakwah sekolah, seni Islami, kelak menjadi trend di masyarakat karena muncul gerakan yang lebih masif dan berhasil mengeksekusi gagasan-gagasan di atas menjadi fakta di lapangan.  Gerakan ini kemudian dikenal sebagai gerakan tarbiyah

Karawang, 9 Nopember 2012

No comments:

Post a Comment

KELUARGA : DARI KETAHANAN MENUJU PERADABAN

  Mengapa pembicaraan publik tentang wacana keluarga selalu bernuansa pesimis dan defensif, sehingga istilah yang muncul adalah 'ketahan...