Etika dalam pembahasan ini, bukan dalam pengertian
sehari-hari yang hanya mengisyaratkan masalah kesopanan, tetapi dalam
pengertian yang lebih mendalam dan lebih mendasar, yaitu sebagai konsep dan
ajaran yang serba meliputi (komprehensif), yang menjadi titik tolak pandangan
hidup tentang baik dan buruk serta benar dan salah. Dengan berbagai
keterbatasan, sudah barang tentu pembahasan ini dibatasi pada hal-hal yang
dianggap pokok saja.
Sejoli Iman dan Amal Shaleh
Iman yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah
iman dalam pengertian yang tidak cukup hanya sebagai sikap percaya tentang
adanya Tuhan atau Tuhan Yang Maha Esa, tetapi Iman yang menyikapi bahwa Allah
sebagai Yang Benar dan Baik. Akibatnya, iman berlanjut dengan Islam, yaitu
sikap menerima dan pasrah kepada-Nya yang diwujudkan dalam sikap menerima dan
pasrah kepada kewajiban-kewajiban moral atau tantangan kehidupan bermoral.
Islam tidak dapat dipahami hanya sekedar
formula-formula abstrak tentang keyakinan dan nilai karena setiap agama,
termasuk Islam, sudah barang tentu terekspresikan dalam perilaku pemeluknya. Di
sini kadang-kadang ada kekaburan dan tarik-menarik antara yang normatif dengan
kenyataan sejarah. Mana yang murni dari agama atau tambahan dari manusia atau
lingkungannya, kita mesti jeli membedakan antara yang revealed dengan
yang realita.
Islam datang dengan
sosok berbeda dari agama lain. Ajaran yang universal, skriptual, dan egaliter
membuat Islam lebih kondusif mengikuti dan mengantisipasi kemajuan zaman.
Al Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia (hudallinnaas) merupakan fungsi yang utama. Ummat
Islam tertantang untuk menangkap, memasyarakatkan, serta memahami dan melaksanakan
petunjuk dari pesan-pesannya dalam kondisi dan situasi apa pun.
Dengan keyakinan dalam Islam bahwa Tuhan tidak
boleh dipahami sebagai wujud mitologis yang harus serba dibujuk, Tuhan harus
dipahami sebagai wujud etis yang menghendaki rida dan perkenan-Nya melalui
kegiatan kebajikan atau amal saleh serta pemusatan orientasi hidup hanya
kepada-Nya. Hal ini akan mendorong umat Islam mewujudkan keimanannya dalam
bentuk yang konkret di tengah-tengah kehidupan.
Keinsafan dan kesadaran akan kemahahadiran Tuhan
dalam hidup seorang muslim membuat hidupnya takkan terlepas dari kehidupan
bermoral. Ia akan senantiasa menjaga pikir ucapan dan perbuatan, termasuk di
dalamnya niat dan sikapnya agar tetap tidak ke luar dari garis yang telah
ditentukan Allah dan Rasul-Nya –dzikir. Itulah lingkaran penuh (full
circle), yaitu kesadaran akan asal dan tujuan hidup –istirja.
Kesadaran itu membuat seorang muslim tidak mudah
terguncang dalam kehidupan. Ia merasa aman dan terlindungi Sang Maha Benar.
Ia terbebas dari takut dan khawatir.
Dirinya menjadi dewasa karena keyakinannya yang membuat dirinya sabar, tawakal,
dan tidak berpandangan pendek atau tidak gampang terjebak kemilau duniawi.
Ia akan berhitung cermat untuk mempersiapkan
kehidupan masa depannya, baik dunia maupun akhirat -taqwa. Ia tidak
pernah berharap tanpa hak –qana’ah, tetapi puas secara positif –syukur.
Ia menjalani hidup dengan penuh optimisme –raja, dan waspada akan
kehancuran martabatnya sebagai manusia –khauf. Ia tidak melihat musibah
sebagai hukuman untuk dirinya, tetapi musibah dipandang sebagai ujian
peningkatan iman, pengurangan dosa, atau peringatan atas kelalaian. Kalah dan
menang merupakan sesuatu yang digilirkan di antara manusia.
Kini dan Masa Depan
Ada dua karakter ketentuan dalam Al Qur’an, yaitu
pokok-pokok peraturan dan peraturan. Yang pertama memberi kesempatan pada
manusia untuk mengembangkannya karena ketentuannya hanya dalam garis-garis
pokoknya saja. Sedangkan yang kedua, sangat ketat, yakni tidak memberi
kesempatan pada manusia untuk ikut campur di dalamnya karena ketentuan itu
tidak terikat oleh kondisi dan situasi.
Dengan dua ketentuan tadi, seorang muslim akan
tetap dalam garis yang lurus tanpa terkekang kreativitasnya. Ia akan mampu
bergerak mengikuti kemajuan zaman tanpa harus kehilangan jati dirinya. Ia
membekali dirinya dengan senantiasa mengaktualisasikan pribadinya dalam sosok
senantiasa meningkatkan kualitas seluruh segi kehidupannya. Pendidikan yang
ditempuh sepanjang hidupnya senantiasa diarahkan untuk membersihkan jiwa, mengembangkan
kecerdasan, dan membina watak.
Kebersihan jiwa adalah pendidikan harga diri
pribadi sebagai manusia merdeka. Hanya Allah tempat memperhambakan dirinya.
Allah satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Allah tidak bisa
diketahui. Allah hanya bisa didekati dengan menggunakan shirathal mustaqin.
Mengembangkan kecerdasan merupakan porsi yang
dipentingkan. Sebagai khalifah di muka bumi yang diberi wewenang memakmurkan
dan mengolah kekayaan alam, mengembangkan kecerdasan merupakan hal yang tidak
bisa ditinggalkan, apalagi kalau kita menyadari bahwa Allah tidak menyediakan
barang jadi seluruhnya untuk manusia.
Membina watak, membina akhlak, atau membina
karakter adalah tujuan akhir dari risalah yang disampaikan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Berpegang dari pesan abadi agama Islam, kita mampu
menapaki kekinian dan mempersiapkan masa depan dengan sosok pribadi yang “mulia
di sisi Allah dan terhormat di sisi manusia”. Pesan itu antara lain:
1
Mengatur
hubungan antarmanusia
2
Peringatan
jangan merusak di muka bumi (Ali Imran 112)
3
Kehormatan
dari Allah bagi yang berilmu, beriman, dan beramal shaleh (Al Mujadalah 11)
4
Mencari
keseimbangan antara dunia dan akhirat (Al Qasas 77)
5
Kesempitan
dada bagi yang mengingkari ketentuan Allah (Thaha 124)
6
Dunia akan
diwarisi orang-orang yang shaleh (Al Anbiya 105)
7
Ummat yang
berkesinambungan (Al Baqarah 143)
Selanjutnya Dr. Hamudah Abdalati menggariskan
prinsip-prinsip Etika sebagai berikut;
- Allah adalah pencipta dan sumber segala kebenaran, kebaikan, dan keindahan
- Manusia bertanggung jawab dan memuji kepada Penciptanya
- Dengan kasih sayang-Nya, Allah tidak membebani manusia dengan sesuatu atau memberikan tanggung jawab di luar batas kemampuan. Namun, Allah juga tidak melarang manusia untuk menikmati kebaikan hidup
- Etika Islam itu sederhana, praktis, dan seimbang
- Pada dasarnya, semua dibolehkan dalam Islam, kecuali yang diperintahkan dan yang diharamkan sedangkan perintah dan larangan jumlahnya sangat sedikit bila dibanding dengan yang dibolehkan
- Pertanggungjawaban terakhir ialah pada Allah, sedangkan kesenangan dan kenikmatan adalah hasil tertinggi yang diberikan Allah atas jerih payah manusia
Prinsip itu mencakup banyak hal, yaitu hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya,
dan hubungan manusia dengan lingkungannya.
***
No comments:
Post a Comment