Oleh :
Ust. Uri Mashuri
Semua manusia ,
mendasarkan kehidupannya dengan filosofi
yang dianutnya, bila ia berpaham meterialis,materialislah corak hidupnya. Bila
ia berpaham sekulerisme, sekulerlah cara
ia menjalani hidupnya. Bila ia mendasari
hidupnya dengan filosofi agama , agamalah yang menjadi landasan perilakunya.
Semua agama mengajarkan ada kehidupan
kedua, setelah kehidupan kini di dunia. Kehidupan yang kedua diyakini sebagai
kehidupan yang hakiki dan abadi. Hakiki karena manusia akan memperoleh apa yang
semestinya ia peroleh, ia akan membayar apa yang seharusnya ia bayar. Abadi
karena terlepas dari keterbatasan seperti yang ia jalani semasa hidup di dunia.
Keyakinan itu akan menuntun manusia kepada hidup yang penuh kehati-hatian dan
penuh optimisme. Dunia bukan untuk memanen tetapi dunia sekedar untuk bertanam,
Cuma sedikit yang bisa dipanen di dunia.
Maksud Hidup
“
Aku jadikan jin dan manusia , semata-mata untuk beribadah “ , itulah arahan
Allah kepada manusia . Ada amanah terpikul
di pundak kita, ada misi yang Allah tetapkan untuk kita. Diangkatnya manusia
sebagai makhluk yang mulia dengan susunan tubuh yang paling indah dan paling
baik, dibekali panca indra, dibekali kesadaran, dibekali kebebasan untuk
memilih juga dilengkapi hati nurani serta kemampuan untuk berimaginasi kreatif
untuk meniti kehidupan ini. Juga Allah sertakan resep hidup berupa petunjuk
agama agar kita tidak sesat.
Untuk manusia tiada yang tetap, yang
tetap Cuma satu yaitu perubahan. Tiap menit, tiap jam, tiap hari, tiap minggu,
bulan, tahun dan seterusnya manusiamengalami perubahan. Yang nampak dan terasa
adalah fisik, seperti tersirat dalam sebuah ayat Al Qur’an yang menyatakan
kehidupan manusia seperti bulan.
Mula-mula tersembunyi di rahim ibu, lahir sebagai bayi yang lemah dan
tak berdaya, berkembang menjadi anak, remaja, dewasa, tuadan akhirnya kembali
pada yang Maha Kuasa. Bila hidup tidak didasari filosofi agama, manusia akan
sering dihadapkan pada benturan-benturan karena kenyataan hidup yang dijalani
kadang-kadang tidak sesuai dengan scenario yang ia susun. Agamalah yang akan
menentramkan batinnya, karena semua yang ia kerjakan dicatat dan disediakan
balasan yang adil dari Allah Pemilik Hari Pembalasan.
Guna Hidup
Lebih dari seratus dua puluh ayat
dalam Al Qur’an yang bercerita tentang akal dan pekerjaan akal. Guna hidup yang diajarkan oleh agama adalah “
menggunakan akal untuk kepuasan jasmani dan rohani dengan salam “, Agma
Islam adalah agama fitrah, Allah Maha Mengetahui kebutuhan manusia baik fisik
jasmani maupun mental rohani. Akal difungsikan secara maksimal walau dengan
segala keterbatatasanya sedang untuk kesempurnaannya Al Qur’an dan As Sunnah
sebagai penunjuk arahnya.
Ada
tiga daya jiwa pada diri manusia, yang harus difungsikan secara seimbang. Yaitu
daya akal atau thinking, daya rasa atau
feeling dan daya iman atau willing. Sering terjadi antara akal dan rasa
berjalan tidak seiring, karena memang keduanya memiliki pemuasan dan ukuran
yang berbeda. Untuk mewasiti keduanya yang
sering berbenturan yang mengakibatkan manusia tidak bahagia. Imanlah yang
bertindak sebagai wasit agar keseimbangan tetap terpelihara. Gangguan-gangguan
batin berupa perasaan berslah, bimbang atu bahkan merasa benar akan terjauh
dari manusia yang menggunakan iman sebagai tempat untuk mengembalikan semua
urusan. Itulah guna hidup yang digariskan agama untuk orang-orang yang
mendambakan kedamaian dalam meniti
hidupnya.
Perasaan tepat menjalani hidup dengan
bekerja yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya itulah amal shaleh yang senantiasa diupayakan oleh manusia yang
senantiasa merindukan ketentraman batin. Bekerja dengan sebaik-baiknya
merupakan menifestasi niat ibadah dan
sebenar-benarnya merupakan sikap professional yang mendasarkan pekerjaan dengan ilmu dan akal. Itulah guna hidup.
Arti Hidup
Kehampaan hidup adalah musuh manusia,
merasa hampa mengakibatkan banyak
tindakan negative yang dilakukan manusia termasuk yang paling tragis bisa
dilakukan yaitu bunuh diri. Menyesali diri, menyalahkan orang tua – mengapa saya dilahirkan, sampai juga
bisa menyalahkan Tuhan. Merasa gagal, merasa tidak berharga itulah derita
mereka yang dilanda kehampaan hidup. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin tidak
ingin membiarkan umatnya dihimpit kehampaan. Ditunjukinya bagaimana hidup yang
berate, bermakna walau tak lama menghuni dunia fana ini.
“
Menerima kenyataan hidup sebagai takdir yang mesti disyukuri, menikmati
pemberian Allah yang harus digunakan tanpa berlebihan dan tidak merusak “
.Hidup kita baru beraarti bila awalnya lebih dahulu kita mensyukuri hidup sebagai karunia dari
Allah , rasa syukur inilah yang akan menuntun kita menjalani hidup dengan sikap
positif. Kita menerima kenyataan hidup yang tidak bisa kta ubah, seperti siapa
orang tua kita, di mana kita di lahirkan pisik kita dan sebagainya. Kta harus
menerima takdir genetika kita, kejiwaan kita serta sosial kita. Kita berihtiar
dan berusaha keras untuk mengubah yang
dapat kita ubah agar kita mampu
meningkatkan kwalitas hidup dan kehidupan kita agar kita maksimal menikmati
karunia Allah tanpa merusak apalagi mengganggu hak orang lain.
Salah
satu point dari 8 kriteria sehat menurut WHO nomor satunya adalah menerima kenyataan hidup walaupun kenyataannya
pahit.
Kehidupan Dunia
Buya Hamka menuliskan dalam
karangannya, bahwa hidup dimulai saat nafas terakhir kita hembuskan.
Kedengarannya terasa bagi kita yang sangat mencintai kehidupan dunia, tapi bila
kita renungkan lebih dalam terasa benar maksud ucapan ulama yang seniman itu. Apa yang kita upayakan, apa yang kita
perjuangkan semuanya menjadi nisbi saja. Kesenangan, penderitaan semuanya ada
batasnya, sukses dan gagal tak selamanya menyertai kita. Harta dan juga
prestasi-prestasi yang kita raih, semuanya akan berlalu seiring waktu. Semuanya
akan kita tinggalkan.
Harta yang kita bawa sebatas kain
kafan, anak, istri/suami serta sanak famili mengantar sebatas sampai di
kuburan. Semua kita tinggalkan. Yang dibawa hanyalah iman dan amal shaleh yang
kita ukirkan selama kita hidup.
Kehidupan yang hakiki adalah kehidupan
akhirat dengan pintu gerbangnya kematian. Hidup di dunia hanyalah ujian,
seleksi dan rangkaian pilihan yang senantiasa dihadapkan kepada kita. Ujian
harus lulus, seleksi harus lolos dan pilihan mesti tepat. Itulah hidup dunia
yang tengah kita jalani.
Sebuah do’a yang diajarkan Nabi kepada
kita, yang sering beliau baca setelah shalat subuh adalah :
“ Ya
Allah ya Tuhanku, jadikanlah cara beragamaku cara beragama yang baik karena
agama adalah tempat mengembalikan segala
urusanku, jadikanlah duniawiku duniawi yang baik.- penuh kebaikan – karena di
dunia inilah aku menjalani kehidupan, jadikanlah akhiratku akhirat yang baik
karena ke sanalah tempat aku kembali, jadikanlah hidupku ini hidup dengan penuh
makna- agar aku mampu menanbah kebaikan, jadikanlah kematianku sebagai pelepas dari setiap kejelekan. “
HR. Bukhari dan
Muslim dari Abu Huraerah.
Kita ingin memaksimalkan peran agama
dalam kehidupan kita, agama sebagai factor motivator, faktor pendorong
kreativitas, faktor sublimatif dan juga faktor integrative, tidak
semata-mata dijalani sebatas ritual.
Wallahu ‘alam.
Kuningan, Akhir
Tahun 2005
No comments:
Post a Comment